Jumat, 14 Oktober 2016

KPK Dukung Penjara Koruptor di Pulau Terluar



“Kalau itu akan membuat negara ini lebih beradab, kenapa tidak? Itu kan amanah ideologi negara kita sehingga kalau bisa ya jangan lama-lama. Tahun ini juga dilaksanakan hal itu,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di Jakarta, Jumat (14/10).

Saut menilai para narapidana nantinya bisa diarahkan untuk melakukan berbagai kegiatan yang produktif. Sedangkan untuk mengatasi kelebihan muatan di lapas, saat ini tim Kemenkumham masih menggodok peraturan restorative justice.

“Sehingga orang tidak hanya bermuara pada pidana kurungan, tapi bisa juga pidana denda, sosial dan sebagainya. Kalau anggaran yang diberikan tahun ini paling menambah sekitar 5.000 orang, tapi kelebihan kita kan sekarang ada 60 ribu orang lebih, masih banyak yang ‘overcrowded’,” kata Dusak.

“Walau ada di dalam masa penahanan, mereka bebas menciptakan pendapatan, misalnya diberi hak mengelola dan wajib dikelola seluas dua hektare tanah untuk pertanian atau peternakan atau industri UMKM lainnya akan lebih baik,” papar Saut.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, mengatakan pihaknya telah membahas pembangunan lembaga pemasyarakatan di pulau terluar Indonesia untuk menempatkan para bandar narkoba, teroris hingga koruptor kakap. Hal ini, dilakukannya untuk memberikan efek jera bagi mereka.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik rencana pembangunan penjara di pulau terluar bagi narapidana kasus korupsi. Namun, Yasonna belum bisa menjabarkan lebih jauh mengenai wacananya ini. Pemilihan tempat pun belum dilakukan lantaran rencana ini masih dalam tahap pembahasan dengan sejumlah pihak lainnya.

Pun soal anggaran yang akan digunakan. “Pertama ini kita cari relokasi melalui yang ada, kurang uangnya ambil dari APBN,” jelas dia. Berdasarkan data Ditjen PAS per 4 Mei 2016, di 27 kantor wilayah (kanwil) Ditjen PAS terjadi kelebihan kapasitas sehingga hanya enam kanwil yang masih memenuhi standar.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, I Wayan K Dusak, menyatakan saat ini Ditjen Pemasyarakatan baru akan membangun lembaga pemasyarakatan (lapas) berkeamanan maksimal di Nusakambangan.

“Kami sedang membangun lapas maximum security di Nusakambangan, kapasitasnya sekitar 500 orang dan rencananya penempatan mereka yang tergolong high risk. Mereka itu yang paling lama hukumannya tapi cenderung membahayakan diri sendiri dan lingkungan sehingga bisa membahayakan diri sendiri, sesama napi, petugas, dan juga organisasi,” kata Dusak.

Sedangkan dalam jangka panjang, di setiap lapas akan ada blok high risk untuk menempatkan orang-orang yang tergolong high risk tersebut yaitu bandar narkoba, teroris, dan koruptor. Penjara di pulau terluar menurutnya juga bisa membuat narapidana mengembangkan keterampilan di bidang pertanian, peternakan, atau industri.

“Kita akan relokasi Lapas untuk bandar narkoba, teroris dan koruptor kakap di pulau terluar. Itu sedang kita kaji. Itu untuk misalnya bandar narkoba yang berat-berat, teroris yang ideolog-ideolog, kemudian koruptor yang gede-gede, akan kita taruh di sana jauhjauh,” kata Yasonna di Kemenkumham, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pemasyaraktan mencatat per 25 April 2016 terdapat 187.749 orang warga binaan,yang 40 persen dari jumlah tersebut yaitu 81.360 orang berasal dari kasus narkotika, selanjutnya pencurian (29.552 orang) dan perlidungan anak (17.827 orang).




Yasonna Minta Jajarannya Setop Pungli di Kemenkumham | PT. Rifan Financindo Berjangka


"Ini memang tidak mudah, tetapi mulai sekarang saya intruksi ke seluruh jajaran saya, tegas terhadap pungli, kalau ketangkap tidak kita kasih ampun lagi seperti arahan presiden," kata Yasonna usai memberikan pengarahan Revolusi Mental kepada Pimpinan Tinggi dan Pegawai Kementerian Hukum dan HAM di Gedung Graha Pengayoman, KemenkumHAM, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/10).

Bersamaan itu, Yasonna juga menerbitkan Intruksi Menteri tentang Pemberantasan Pungutan Liar (Pungli) di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Menurut Yasonna, intruksi itu tak hanya berlaku di tingkat pusat tetapi juga harus sampai hingga jajaran Kemenkumham tingkat bawah.

"Memang kami sudah punya program online agar tidak ada lagi main to main pertemuan bawah meja, tetapi ditempat lainnya seperti di imigrasi, pemasyarakatan masih kita temukan," kata dian. "Nanti ditingkat Kakanwil juga akan dibentuk tim instruksinya harus jelas kebawah, operasinya harus jelas ke bawah dan kalau ketangkap kita nggak akan kasih toleransi lagi," kata Yasonna.

Untuk itu, sanksi tegas hingga pemecatan pun disiapkannya kepada jajarannya jika diketahui terlibat praktik pungli. "Kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit. Jangan main-main lagi. Kalau lakukan pungli akan ditindak tegas, mari berubah," katanya.

Ia juga mengingatkan kepada seluruh jajaran pimpinan Kemenkumham di pusat dan daerah, untuk mulai mengawasi para bawahan yang rawan terlibat pungli. "Sebagai pimpinan, sudah saatnya memberi contoh dan teladan bagi para bawahan. Gerakan revolusi mental harus dapat berjalan dengan baik," kata Yasonna.

Selain instruksi, ia juga sekaligus membentuk tim pemantau pungli untuk memastikan tidak ada praktik pungli di lingkungan Kemenkumham.  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly memerintahkan jajarannya menghentikan praktik pungutan liar di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal itu disampaikannya menindaklanjuti perintah Presiden Jokowi untuk berperang terhadap pungli di semua sektor.

Yasonna menginginkan kementeriannya tersebut bersih dari segala pungutan liar (pungli). Hal itu karena hingga kini masih terdapat praktik pungli di Kementeriannya. Padahal sejumlah upaya telah dilakukan, termasuk mengurangi intensitas pelayanan tata muka.




Demokrat: Kalau Memang Tak Ada, Minta Lagi Dokumen Kasus Munir ke TPF | PT. Rifan Financindo Berjangka


Pernyataan tersebut disampaikan Syarief menanggapi komentar mantan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebutkan bahwa laporan hasil TPF kasus Munir diserahkan langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005.

"Kalau memang pernah diserahkan langsung, pasti ada di Setneg," kata Syarief, melalui pesan singkat, Jumat (14/10/2016). Senada dengan Syarief, Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul meminta Yusril tak menyalahkan SBY.

Diberitakan, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memenangkan gugatan terhadap Kemensetneg terkait permohonan agar pemerintah mempublikasikan laporan TPF kasus pembunuhan Munir.

"Lebih baik minta lagi ke tim pencari fakta (TPF) kalau memang enggak ada," kata Syarief. Ketua Majelis Sidang, Evy Trisulo, dalam amar putusan, mengatakan, pemerintah diminta segera mengumumkan hasil penyelidikan TPF kasus kematian Munir, seperti yang dimohonkan.

 Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, jika memang dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kasus Munir pernah diserahkan, berkasnya pasti ada di Kementerian Sekretars Negara.

Ia mengaku sempat berbincang dengan anggota TPF Munir dan mendapatkan informasi bahwa saat itu SBY tak sendirian menerima dokumen Munir, melainkan bersama beberapa menterinya. Jika dokumen tersebut tidak ada di Kementerian Sekretaris Negara, menurut dia, ada ketidakrapian dalam penyimpanan dokumen.

"Pada saat itu Pak SBY didampingi Menko Polhukam, Kapolri, Jaksa Agung, Menkumham. Alasannya, ada mekanisme penerimaan surat di pemerintahan. Namun, Kemensetneg menyatakan tak mengetahui keberadaan dokumen laporan TPF. Janganlah kita mengkambinghitamkan presiden kita waktu itu. Mereka pejabat teknis harus berani bertanggung jawab," kata Ruhut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar